Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah penulisan feature :)
“Yang
paling aku kangenin dari keluarga ya mama, Mbak. Apalagi masakan sop buatan
mama,” kata Ida sambil tersenyum. Pikirannya menerawang ke kampung halaman.
Zumaroh Aida, 18 Tahun, hidup jauh dengan orang tuanya di Pemalang untuk bekerja membantu keluarga sebagai baby sitter. |
“Sedih
sih Mbak, harus pisah sama orang tua, tapi juga senang bisa bantuin mereka,”
katanya.
Berat.
Sedih. Perasaan itu sangat terasa saat pertama kali hidup berjauhan dengan
orang tua. Rasa ingin pulang selalu terlintas dibenaknya. Tetapi ingatan akan
tujuan utamanya, membuat dia tetap bertahan.
“Aku
mau sekolahin adik, biar ada satu dikeluargaku yang bisa sekolah sampai lulus
dan berhasil,” katanya pelan sembari menidurkan anak asuhannya. Tangan kanannya
mengambil sebuah majalah di lantai dan mengipas-ngipaskannya agar si anak tidak
kepanasan.
Tiba-tiba
terasa sebuah getaran di lantai yang membuat saya dan dia terkejut. Kami berdua
saling bertatapan. Sebuah alunan lagu Korea ”It
Has To Be You” yang dinyanyikan oleh Yesung, terdengar nyaring. Dia
tersenyum malu melihat ke arah saya. Suara itu berasal dari handphone Nokia Asha 311 berwarna pink. Dia
segera mengambil handphone-nya dan
menekan tombol “Call”.
“Lho,
Ida suka Korea juga toh?” Tanya saya heran.
“Hehehe....
Iya, Mbak,” jawabnya malu-malu.
“Suka
sama siapa?”
“Aku
suka sama Suju (Super Junior), Mbak. Sama suka drama-drama korea.”
“Selama
ini update info-info Korea gitu
darimana?”
“Aku
suka beli majalah sama baca-baca dari facebook,
Mbak,” jawabnya pelan.
Tak
hanya anak muda lain yang bisa menikmati tren-tren yang ada, Ida juga bisa
menikmatinya. Walaupun demikian dia tetap mengingat nasihat orang tua untuk
tetap rajin ibadah, tidak mudah percaya dengan orang baru, dan banyak berdoa. Berbeda
dengan Ida, Agnesia Wardhani, mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara (UMN),
jurusan Komunikasi Jurnalistik 2011, juga harus hidup berjauhan dengan orang
tua untuk bersekolah. Gadis mungil berusia 20 tahun, yang biasa disapa Agnes, memilih
melanjutkan kuliah di Tangerang dan meninggalkan daerah asalnya, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah.
“Awalnya
orang tua enggak ijinin gue kuliah di luar pulau, tapi ini keinginan gue buat
lebih mandiri aja,” katanya.
Terik
matahari dan riuhnya Kantin UMN-tempat saya bertemu dengan dia-, tidak
mengahalangi niatnya untuk bercerita. Rambut hitam panjangnya tergerai
sempurna. Dia mengenakan baju Manchester United putih dan jeans biru.
Sekali-kali dia menyandarkan bahunya dibangku untuk mencari posisi duduk yang
nyaman. Menjalani empat semester jauh dari orang tua bukan pengalaman
pertamanya. Mulai dari kelas dua SMP, dia sudah berjauhan dengan orang tua. Dia
bersekolah di Palangkaraya, sedangkan orang tuanya tinggal di Lamandau, salah
satu Kabupaten di Kalimantan Tengah. Tetapi ini adalah pengalaman pertama dia
bersekolah di luar pulau. Saat saya bertanya apa yang dia rindukan dari
keluarga, dia tersenyum lebar.
“Gue
paling kangen masakan mama sama suasana waktu kumpul-kumpul di rumah,” jawabnya
mantap.
Sambil
bercerita, sekali-kali dia melihat situasi kantin yang mulai sepi. Beberapa
mahasiswa-mahasiswi sudah ada yang mulai masuk ke ruang kelas. Pukul 10.55 WIB.
Lima menit lagi dia akan masuk kelas mengikuti perkuliahan.
“Homesick kadang-kadang ngerasain banget,
tapi sekalian belajar, supaya enggak bergantung sama orang lain dan belajar
lebih mandiri aja sih,” katanya.
Kesedihan
kerap kali muncul, tetapi ini adalah pilihannya. Ketika libur panjang tiba, akan
dia manfaatkan untuk pulang. Dia selalu kembali ke Palangkaraya untuk mengobati
rasa rindu dan sedihnya.
Saat
ini banyak anak-anak yang sudah hidup berjauhan dengan orang tua sejak usia 17
tahun. Mereka memilih untuk hidup mandiri. Ada yang bekerja dan bersekolah.
Banyak faktor yang memengaruhi mereka hidup berjauhan dengan orang tua, seperti
fasilitas di daerah asal tidak memadai dan mencari pekerjaan lebih layak.
Kota-kota besar adalah sasaran empuk untuk mereka tinggali. Tetapi ada juga
yang hingga sekarang masih tinggal bersama orang tua. Salah satunya Apritika,
mahasiswi Hubungan Internasional Moestopo 2011.
“Gue
ngelihat teman yang jauh dari orang tua gitu, cukup salut. Mereka mau
bela-belain buat mengejar impian mereka. Tapi kadang ada yang hidup jauh dari
orang tua supaya ngerasa freedom,
jadi mereka bukannya serius kuliah atau kerja. Nah, itu sangat disayangkan, kan
kasihan orang tua juga,” katanya.
Dari
segi perkembangan anak, hidup berjauhan dengan orang tua juga ada manfaatnya.
“Hidup
terpisah dengan orang tua banyak manfaatnya, salah satunya bisa melatih mental
anak untuk belajar mandiri dan tidak mengandalkan orang lain. Dia pasti
berusaha untuk survive. Tetapi perlu
diperhatikan untuk anak yang belum siap, ada kemungkinan si anak jadi homesick, merasa sendiri, dan susah
beradaptasi. Jadi, komunikasi antara keluarga dan anak sangat perlu karena
dukungan dari keluarga dan teman, bisa membantu anak agar tidak merasa
sendiri,” kata Siane, mahasiswi Psikologi UKRIDA 2011.
Ya,
apapun itu, ini adalah pilihan hidup mereka. Mereka memilih untuk mandiri.
Hidup berjauhan dengan orang tua. Meraih apa yang dicita-citakan. Tidak hanya
melihat dunia yang terbingkai dari layar televisi. Tetapi mereka melihat
realita dunia yang ada di depan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar