Selasa, 19 Maret 2013

INI ADALAH PILIHANKU!


Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah penulisan feature :) 

“Yang paling aku kangenin dari keluarga ya mama, Mbak. Apalagi masakan sop buatan mama,” kata Ida sambil tersenyum. Pikirannya menerawang ke kampung halaman.
Zumaroh Aida, 18 Tahun, hidup jauh dengan orang
tuanya di Pemalang untuk bekerja membantu
keluarga sebagai baby sitter.
Di kamar 2 x 2 meter yang bermodalkan kipas angin kecil, seakan menjadi saksi bagimana Zumaroh Aida atau biasa dipanggil Ida, harus hidup sendiri, terpisah dengan orang tua. Kamar sederhana ini memiliki lemari plastik dan rak kecil yang penuh oleh tumpukkan baju. Cermin kecil digantung di dinding dan sebuah poster besar Super Junior, boyband asal Korea Selatan, menyambut setiap orang yang masuk ke kamarnya. Gadis berusia 18 tahun ini memiliki tinggi semampai. Rambut hitam panjangnya dikuncir kebelakang. Dipangkuannya, ada seorang anak kecil berusia tiga tahun yang menempel manja. Dua tahun sudah Ida harus meninggalkan Pemalang, Jawa Tengah dan menjadi baby sitter salah satu keluarga di Tangerang. Dia harus rela meninggalkan masa mudanya dan bekerja membantu ekonomi keluarga.
“Sedih sih Mbak, harus pisah sama orang tua, tapi juga senang bisa bantuin mereka,” katanya.
Berat. Sedih. Perasaan itu sangat terasa saat pertama kali hidup berjauhan dengan orang tua. Rasa ingin pulang selalu terlintas dibenaknya. Tetapi ingatan akan tujuan utamanya, membuat dia tetap bertahan.
“Aku mau sekolahin adik, biar ada satu dikeluargaku yang bisa sekolah sampai lulus dan berhasil,” katanya pelan sembari menidurkan anak asuhannya. Tangan kanannya mengambil sebuah majalah di lantai dan mengipas-ngipaskannya agar si anak tidak kepanasan.
Tiba-tiba terasa sebuah getaran di lantai yang membuat saya dan dia terkejut. Kami berdua saling bertatapan. Sebuah alunan lagu Korea ”It Has To Be You” yang dinyanyikan oleh Yesung, terdengar nyaring. Dia tersenyum malu melihat ke arah saya. Suara itu berasal dari handphone Nokia Asha 311 berwarna pink. Dia segera mengambil handphone-nya dan menekan tombol “Call”.  

“Lho, Ida suka Korea juga toh?” Tanya saya heran.
“Hehehe.... Iya, Mbak,” jawabnya malu-malu.
“Suka sama siapa?”
“Aku suka sama Suju (Super Junior), Mbak. Sama suka drama-drama korea.”
“Selama ini update info-info Korea gitu darimana?”
“Aku suka beli majalah sama baca-baca dari facebook, Mbak,” jawabnya pelan.
Tak hanya anak muda lain yang bisa menikmati tren-tren yang ada, Ida juga bisa menikmatinya. Walaupun demikian dia tetap mengingat nasihat orang tua untuk tetap rajin ibadah, tidak mudah percaya dengan orang baru, dan banyak berdoa. Berbeda dengan Ida, Agnesia Wardhani, mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), jurusan Komunikasi Jurnalistik 2011, juga harus hidup berjauhan dengan orang tua untuk bersekolah. Gadis mungil berusia 20 tahun, yang biasa disapa Agnes, memilih melanjutkan kuliah di Tangerang dan meninggalkan daerah asalnya, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
“Awalnya orang tua enggak ijinin gue kuliah di luar pulau, tapi ini keinginan gue buat lebih mandiri aja,” katanya.
Terik matahari dan riuhnya Kantin UMN-tempat saya bertemu dengan dia-, tidak mengahalangi niatnya untuk bercerita. Rambut hitam panjangnya tergerai sempurna. Dia mengenakan baju Manchester United putih dan jeans biru. Sekali-kali dia menyandarkan bahunya dibangku untuk mencari posisi duduk yang nyaman. Menjalani empat semester jauh dari orang tua bukan pengalaman pertamanya. Mulai dari kelas dua SMP, dia sudah berjauhan dengan orang tua. Dia bersekolah di Palangkaraya, sedangkan orang tuanya tinggal di Lamandau, salah satu Kabupaten di Kalimantan Tengah. Tetapi ini adalah pengalaman pertama dia bersekolah di luar pulau. Saat saya bertanya apa yang dia rindukan dari keluarga, dia tersenyum lebar.
“Gue paling kangen masakan mama sama suasana waktu kumpul-kumpul di rumah,” jawabnya mantap.
Sambil bercerita, sekali-kali dia melihat situasi kantin yang mulai sepi. Beberapa mahasiswa-mahasiswi sudah ada yang mulai masuk ke ruang kelas. Pukul 10.55 WIB. Lima menit lagi dia akan masuk kelas mengikuti perkuliahan.
Homesick kadang-kadang ngerasain banget, tapi sekalian belajar, supaya enggak bergantung sama orang lain dan belajar lebih mandiri aja sih,” katanya.
Kesedihan kerap kali muncul, tetapi ini adalah pilihannya. Ketika libur panjang tiba, akan dia manfaatkan untuk pulang. Dia selalu kembali ke Palangkaraya untuk mengobati rasa rindu dan sedihnya.
Saat ini banyak anak-anak yang sudah hidup berjauhan dengan orang tua sejak usia 17 tahun. Mereka memilih untuk hidup mandiri. Ada yang bekerja dan bersekolah. Banyak faktor yang memengaruhi mereka hidup berjauhan dengan orang tua, seperti fasilitas di daerah asal tidak memadai dan mencari pekerjaan lebih layak. Kota-kota besar adalah sasaran empuk untuk mereka tinggali. Tetapi ada juga yang hingga sekarang masih tinggal bersama orang tua. Salah satunya Apritika, mahasiswi Hubungan Internasional Moestopo 2011.
“Gue ngelihat teman yang jauh dari orang tua gitu, cukup salut. Mereka mau bela-belain buat mengejar impian mereka. Tapi kadang ada yang hidup jauh dari orang tua supaya ngerasa freedom, jadi mereka bukannya serius kuliah atau kerja. Nah, itu sangat disayangkan, kan kasihan orang tua juga,” katanya.
Dari segi perkembangan anak, hidup berjauhan dengan orang tua juga ada manfaatnya.
“Hidup terpisah dengan orang tua banyak manfaatnya, salah satunya bisa melatih mental anak untuk belajar mandiri dan tidak mengandalkan orang lain. Dia pasti berusaha untuk survive. Tetapi perlu diperhatikan untuk anak yang belum siap, ada kemungkinan si anak jadi homesick, merasa sendiri, dan susah beradaptasi. Jadi, komunikasi antara keluarga dan anak sangat perlu karena dukungan dari keluarga dan teman, bisa membantu anak agar tidak merasa sendiri,” kata Siane, mahasiswi Psikologi UKRIDA 2011.
Ya, apapun itu, ini adalah pilihan hidup mereka. Mereka memilih untuk mandiri. Hidup berjauhan dengan orang tua. Meraih apa yang dicita-citakan. Tidak hanya melihat dunia yang terbingkai dari layar televisi. Tetapi mereka melihat realita dunia yang ada di depan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar